Aku tau tulisan ini ga bakal dibaca sama orang yang bersangkutan. Karena aku emang tipe orang blak-blakan ya aku nulis sejujurnya aja.
Kenapa sih kita harus berakhir secepat itu? Kita baru tiga bulan, berasa bukan pacaran. Apa memang bukan? Kalo diibaratkan sama kandungan hubungan kita masih janin belom dikasih nyawa sama Tuhan belom ada apa-apanya. Belom memasuki tahap-tahap yang sebenarnya.
Siapa yang mutusin? Ya itu emang aku. Kamu tau kenapa? Saat itu aku cemburu. Aku akui emang aku berbeda dari wanita pada umumnya. Cara mencintaiku memang berbeda dari kebanyakan wanita. Aku selalu mencoba belajar, menanamkan pada diriku sendiri untuk menjadi wanita yang tidak egois mementingkan diriku sendiri. Masih ingatkah kamu alasan aku kenapa aku membelit-belitkan jawabanku ketika kamu mengajakku pacaran? Waktu itu aku menjelaskan semuanya bukan? Kamu masih ingat alasanku apa? Semua yang aku pikirkan itu tentang kamu. Aku tak ingin kamu kecewa karena aku berubah gara-gara kesibukanku. Aku tak ingin kamu kecewa aku ga punya cukup waktu buat kamu. Mungkin kalo kamu tak bertanya kenapa aku berbelit-belit dengan jawabanku kala itu mungkin aku tak akan menjelaskannya padamu. Sejujurnya aku lebih suka menyimpan kegelisahanku sendiri. Aku hanya tak ingin membebani. Berburuk sangka hanya akan menambah perkara. Hingga pada suatu ketika aku tak sanggup menahannya sendiri. Baik-baik aku ajukan beberapa pertanyaan dengan harapan kau menjawab dengan kejujuran. Tapi sepertinya aku terlalu berharap, menjawab pertanyaanku kau pun enggan. Yasudah, aku tak suka memaksa daripada menimbulkan perkara. Aku biarkan pertanyaan-pertanyaan itu mengendap dipikiranku hingga mendalam. Aku mencoba untuk menyeimbangkan sisi yang mulai goyah. Tapi apadaya, seperti sebuah perahu yang berputar-putar di tempat yang sama. Hanya satu sisi yang berusaha mendayung. Tak ada kemajuan. Aku lelah tapi masih belum terlalu lelah. Dengan sisa-sisa tenaga yang ku punya aku memberanikan diri untuk melangkah meskipun kakiku goyah meskipun hatiku masih menyeru jangan menyerah. Tapi kali ini logika ku yang menang, aku mengakhiri segalanya berharap semuanya akan membaik. Ya benar aku tak apa-apa aku baik-baik saja. Meskipun tak jarang rindu menerpa tapi aku mengerti aku bukan siapa-siapa.
Aku sangat menyayangkan karena semunya berlalu begitu cepat. Masih banyak hal yang belum kita lakukan bersama. Sejujurnya ada banyak hal yang ingin ku sampaikan, tapi memang ada hal yang baiknya tak tersampaikan :'))
Dalam sebuah hubungan aku selalu berusa untuk dewasa. Dewasa sama halnya dengan serius tidak bersikap egois berpikiran untuk selalu maju. Sudah aku katakan sebelumnya kalo aku berusaha untuk tak membebani pasangan. Aku tak pernah minta dibeliin ini itu sama pasangan minta dibayarin kalo pas jalan. Aku memilih menanggung kebutuhanku keinginanku dengan biayaku sendiri. Aku sadar benar kalo aku masih menjadi tanggung jawab orang tua ku. Jadi pasanganku tak berkewajiban buat menanggungku kecuali sudah sah dalam ijab qobul barulah aku menjadi tanggung jawabnya. Aku tak pernah meminta pasangan buat menjanjikan sesuatu padaku. Aku tak ingin membebani pasangan dengan janji. Sebenarnya aku juga takut terluka jika janji itu tak dapat dia penuhi. Mungkin kamu pikir ini semua alay aku terlalu serius. Tapi hidup bukan untuk dibecandain bukan?
I accept you for who you are. Aku menerima kamu apa adanya. Aku tak pernah memintamu untuk berkelakuan baik demi aku. Aku tak pernah memintamu untuk berhenti merokok. Aku tak pernah memintamu untuk rajin ibadah baik wajib maupun sunnah. Kamu tak perlu jadi orang lain yang bukan diri kamu yang bikin kamu ga nyaman cuma buat bahagiain aku. Aku pengen kalo kamu mau berubah itu atas inisiatifmu sendiri bukan karena aku yang menginginkannya. Karena aku tau suatu perubahan yang bukan atas dasar keinginan sendiri itu tak akan selamanya alias cuma sementara. Aku ga akan pernah merasa bangga pada diriku sendiri ketika orang-orang berseru "wah sekarang dia berubah gara-gara kamu" dan semacam itu. Buat apa bangga karena merubah orang lain? Bangga itu karena bisa menyetir diri sendiri bukan menyetir orang lain. Lagian kita juga udah gede aku percaya sama kamu kalo kamu juga bisa mikir mana yang baik buat kamu mana yang enggak.
Aku gapernah menelisik seperti apa pekerjaan kedua orang tuamu berapa penghasilan mereka. Karena aku jalani hubungan ini dengan kamu bukan orang tuamu.
Kalo ditanya nyesel apa enggak sama keputusanku, aku jawab engga. Kalo ditanya aku masih sayang apa engga, aku jawab masih meskipun aku juga ga menampik terkadang masih teringat cinta 7 tahunku. Kalo aku ditanya mau balikan apa enggak, aku jawab pengen dan bolehkah kita memulai semuanya kembali hanya antara aku dan kamu benar-benar tak ada yang lain? Lalu aku balik bertanya, pantaskah dia diberi kepercayaan lagi? Kemudian aku bertanya pada diriku sendiri, pantaskah aku yang begini adanya bersama dirinya?
Kalimat "pantaskah aku yang begini adanya bersama dirinya?" itu selalu saja membuatku, ah yasudahlah emangnya aku siapa, aku bukanlah siapa-siapa hanya gadis remaja biasa yang menuju dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar